BAB I
PENDAHULUAN
SEKSIO SESAREA
Seksio sesarea adalah
suatu tindakan operatif untuk mengeluarkan janin/bayi dari rongga rahim dengan
cara membuat insisi pada abdomen dan dinding uterus dengan syarat rahim dalam keadaan
utuh serta berat janin diatas 500 gram.1,2,3 Pada saat ini seksio
sesarea menjadi trend di masyarakat karena berbagai alasan, seperti ketakutan
akan membesarnya ukuran lumen vagina karena persalinan pervaginam, dianggap
lebih praktis dan modern serta mengikuti jaman, atau sebagai upaya mengurangi
kesakitan dalam proses persalinan.1,2
Prevalensi
Dalam 20 tahun terakhir angka
persalinan dengan seksio sesarea meningkat pesat dengan semakin majunya alat
kedokteran, semakin baiknya obat-obatan terutama antibiotika dan tingginya
tuntutan terhadap dokter yang menyebabkan terjadinya peningkatan angka
persalinan dengan seksio sesarea diseluruh dunia. Menurut statistik tentang
3509 kasus seksio sesarea yang disusun oleh Peel dan Chamberlain (1988)
indikasi seksio sesarea adalah : disproporsi janin-panggul 21%, gawat janin
14%, plasenta previa 11%, bekas seksio sesarea 11%, kelainan letak 10%,
incoordinate uterine action 9%, preeklampsia dan hipertensi 7%. Tindakan seksio
sesarea juga telah meningkat di seluruh dunia. Pada tahun 1985, presentase SC
dari seluruh kelahiran hidup di Kanada adalah 19%, Denmark 13%, dan Jepang 7%.4
Di RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou Manado
tahun 2002, angka kekerapan seksio sesarea sekitar 18-19% dimana ditemukan
gawat janin sebagai indikasi terbanyak dengan 96 kasus (17,3%), disusul dengan
bekas seksio sesarea dengan faktor resiko penyerta dengan 72 kasus (12,9%), dan
letak lintang 40 kasus (4,2%). Peningkatan angka kejadian seksio sesarea
dipengaruhi perubahan penanganan persalinan terutama dengan kehadiran
partograf, penanganan persalinan aktif, dan penanganan persalinan resiko
tinggi.4
Mortalitas maternal
akibat seksio sesarea menunjukan angka kurang dari 1 per 1000 persalinan.
Ancaman utama pada
wanita yang menjalani seksio sesarea dapat berasal dari tindakan anastesi,
keadaan sepsis berat, serangan tromboemboli, dan pneumonia aspirasi. Morbiditas
maternal yang umum terjadi akibat persalinan sesarea, antara lain : infeksi,
perdarahan, dan perlukaan traktus urinarius.2,3
Mortalitas perinatal tergantung dari sebab-sebab yang mendasari
dilakukan seksio sesarea maupun umur kehamilan. Sedangkan morbiditas perinatal
dapat terjadi oleh karena cedera pada bayi, misalnya cedera medulla spinalis
atau cedera otak lainnya, serta gawat janin.2,3
Dewasa ini, cara ini jauh
lebih aman daripada dahulu berhubung dengan adanya antibiotik, transfusi darah,
dan teknik operasi yang lebih sempurna, dan anestesi yang lebih baik.1,2
Indikasi
Secara umum, seksio sesarea
diindikasikan pada keadaan dimana dipercaya bahwa penundaan yang lebih lama
dari persalinan dapat mempengaruhi janin, ibu, atau kedua-duanya secara serius,
padahal persalinan pervaginam tidak dapat dilakukan dengan aman.1,2,4
Indikasi dilakukan seksio sesarea:
F Indikasi ibu :
·
Indikasi
absolut:2,4,5
1. Panggul sempit3
2. Tumor jalan lahir yang menimbulkan
obstruksi
3. Ruptura uteri mengancam
4. Disproporsi sefalo-pelvik
5. Plasenta previa totalis3
6. Seksio sesarea yang ketiga3
·
Indikasi
relatif:2,4
1.
Seksio
sesarea sebelumnya kurang dari 1 tahun
2.
Partus
lama5
3.
Partus
tidak maju5
4.
Stenosis
servix uteri atau vagina
5.
Distosia
servix5
6.
Preeklampsi
dan hipertensi5
F Indikasi janin:2,4,5
·
Kelainan
letak
1.
Letak
lintang (pada primigravida atau panggula sempit)
2.
Letak
sungsang pada primigravida disertai satu faktor resiko (panggul sempit,
oligohidramnion, gawat janin)
3.
Presentasi
dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dan cara-cara lain tidak berhasil
4.
Kelainan
letak pada gemelli anak pertama (letak lintang, presentasi bahu atau interlock)
·
Gawat
janin
Pada umumnya Seksio Sesarea tidak
dilakukan pada:2,4
1. Infeksi intra uterin3
2. Janin mati1
3. Syok, anemia berat, sebelum diatasi
4. Kelainan kongenital berat
Jenis Seksio Sesarea
Jenis-Jenis
Seksio Sesarea :2,3,4
1. Seksio Sesarea Klasik korporal
2. Seksio Sesarea Transperitoneal
Profunda (SCTP)
3. Seksio Sesarea ekstraperitoneal
Pembedahan
yang dewasa ini paling banyak dilakukan adalah seksio sesarea transperitonealis
profunda dengan insisi di segmen bawah uterus.2 Keunggulan
pembedahan ini ialah:2
- perdarahan luka insisi tidak
seberapa banyak
- bahaya peritonitis tidak besar
- parut pada uterus umumnya kuat
sehingga ruptur uteri di kemudian hari tidak besar, karena dalam masa nifas
segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus
uteri sehingga dapat sembuh lebih sempurna.
Akan
tetapi hal ini tidak berarti bahwa seksio sesarea korporal sudah ditinggalkan
sama sekali.
Teknik ini masih digunakan:4
1. Apabila segmen bawah uterus tidak
dapat dipajankan dan dimasuki dengan aman
2. Apabila janin berukuran besar dan
terletak melintang
3. Pada sebagan besar kasus plasenta
pevia dengan implantsi anterior
4. Pada sebagian kasus dengan janin yang
sangat kecil, terutama dengan presentasi bokong, yang segmen bawah uterusnya
tidak menipis
5. Pada sebagian ibu dengan obesitas
berat yang hanya memungkinkan untuk mengakses ke bagian uterus saja.
Seorang
wanita yang telah mengalami SC sebaiknya tidak hamil selama 3 tahun, untuk
memberi kesempatan pada luka untuk sembuh dengan baik dan untuk mengurangi
kemungkinan ruptura uteri.2
Dalam
pengelolaan kehamilan dan persalinan pada bekas seksio sesarea ada beberapa
ketentuan yang perlu diperhatikan yaitu :2
·
Versi luar tidak boleh
dilakukan
·
Wanita harus dirawat mulai
kehamilan 38 minggu pada bekas seksio sesarea jenis SCTP dan mulai kehamilan 34
minggu pada bekas seksio sesarea jenis korporal.
Pada
kehamilan dengan bekas seksio sesarea, diambil tindakan :2
1. Seksio sesarea (SC), apabila:
·
SC terdahulu adalah SC
klasik / korporal
·
penyembuhan luka operasi
buruk
·
sudah dua kali atau lebih SC
·
sudah pernah satu kali SC
dengan HRP (High Risk Pregnancy)
·
SC sebelumnya kurang dari 1
tahun dan penyebab SC tetap, seperti panggul sempit absolut.
2. Partus pervaginam, apabila
hal-hal diatas tidak ada, dengan ketentuan tidak dibenarkan memakai oksitosin
dalam kala I untuk memperbaiki his dan kala II harus dipersingkat (wanita
diperbolehkan mengedan 15 menit).
KEHAMILAN LEWAT WAKTU
Kehamilan lewat waktu adalah
kehamilan yang berlangsung 42 minggu atau lebih,6,7,8,9 dihitung
berdasarkan rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari.6,7 Namun
pada beberapa literatur, dengan berbagai pertimbangan, kehamilan > 40 minggu
sudah dinyatakan sebagai kehamilan lewat waktu. Hal ini disebabkan karena
kehamilan lewat waktu berhubungan dengan meningkatnya komplikasi ibu maupun
anak.8
Untuk mengetahui kehamilan lewat
waktu harus diketahui umur kehamilan dengan tepat. Selain dari haid, penentuan
umur kehamilan dapat dibantu secara klinis dengan mengevaluasi kembali umur
kehamilan dari saat pertama kali ibu datang. Makin awal pemeriksaan kehamilan
dilakukan, umur kehamilan makin mendekati kebenaran, menanyakan kapan terasa
pergerakan anak atau pengukuran fundus uteri secara serial. Pemeriksaan USG
sangat membantu taksiran umur kehamilan dan lebih akurat dilakukan sebelum
timester ke-2. Di Indonesia, diagnosis kehamilan lewat waktu sangat sulit
karena kebanyakan ibu tidak mengetahui tanggal haid terakhir dengan tepat.
Diagnosis yang baik hanya dapat dibuat kalau pasien memeriksakan diri sejak
permulaan kehamilan.8
Faktor yang dikemukakan tentang
terjadinya kehamilan lewat waktu adalah hormonal yaitu kadar progesteron tidak
cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus
terhadap oksitosin berkurang.6 Selain itu menyebabkan kadar estrogen
tidak cukup untuk pembentukan prostaglandin yang berperan dalam menimbulkan
kontraksi uterus.9
Berikut
akan disajikan laporan kasus Seksio Sesarea Transperitonealis Profunda pada
kehamilan lewat waktu dengan bekas SC.
Narasumber : dr. Christian D Bato
Tidak ada komentar:
Posting Komentar