Senin, 29 September 2014

Health Education : Tugas Mata [mata]

Tugas Mata

  1. Apakah tujuan pengobatan sinar laser?
  2. Amankah pengobatan sinar laser itu?
  3. Sakitkah pengobatan itu?
  4. Berapa lamakah prosedur pengobatan sinar laser tersebut?
  5. Apa yang akan saya rasakan setelah pengobatan sinar laser?
  6. Berapa kali saya akan dilaser?
  7. Apakah penglihatan saya akan membaik setelah pengobatan penyinaran laser?
  8. Adakah pantangan – pantangan setelah dilaser?

JAWAB:

  1. Tujuan pengobatan laser terutama untuk retinopati diabetika  adalah untuk menstabilkan dan mencegah progesivitas penyakit menjadi lebih buruk. Dalam prosedur ini, sinar laser yang berenergi kuat difokuskan dalam retina yang rusak. Panas dari laser akan menghentikan perdarahan dengan menutup pembuluh darah yang bocor dan membentuk jaringan parut kecil dalam mata. Jaringan parut ini mengurangi pertumbuhan pembuluh darah abnormal dan membantu merekatkan retina ke mata bagian belakang.Untuk pengobatan pada mata dapat dibagi menurut mekanisme kerjanya :
1.Fotokoagulasi
Yaitu membuat koagulasi (penggumpalan) jaringan dengan sinar.
Salah satu jenis laser untuk keperluan ini adalah laser argon. Penyakit yang paling sering ditolong dengan laser fotokoagulasi adalah komplikasi kencing manis pada mata. Dengan fotokoagulasi ini komplikasi kencing manis dapat dihambat bahkan dihentikan prosesnya, sehingga dapat menolong memperbaiki atau mempertahankan penglihatan penderita supaya tidak memburuk ataupun buta. Sering penderita kencing manis datang memeriksakan matanya kepada dokter spesialis mata dalam keadaan komplikasi mata yang sudah berat, sehingga agak sukar untuk mengobatinya. Perlu diketahui bahwa penderita kencing manis lebih dari 5 (lima) tahun sebaiknya memeriksakan matanya biar tidak ada keluhan apa pun, karena kemungkinan sudah ada komplikasi yang timbul di mata, yaitu di retina (saraf mata). Dengan deteksi dini pada mata, diharapkan dapat mencegah kebutaan akibat komplikasi kencing manis dengan jalan laser fotokoagulasi.
Fotokoagulasi juga dapat digunakan untuk kelainan pembuluh darah pada retina seperti perdarahan akibat pembuntuan pembuluh darah balik (vena) ataupun penyakit pembuluh darah yang lainnya. Robekan pada retina yang dapat menyebabkan kebutaan akibat lepas dari dasarnya (ablasi retina), bila pada fase awal dapat dicegah terjadinya ablasi retina dengan jalan fotokoagulasi di sekitar robekan retina tadi. Pada penyakit glaukoma (peningkatan tekanan bola mata), fotokoagulasi dapat digunakan untuk mengurangi tekanan bola mata tumor di dalam bola mata juga dapat diobati dengan laser jenis ini.
2.Fotodisrupsi
Yaitu memotong atau merobek jaringan dengan sinar laser. Salah satu jenisnya adalah Neodymium-YAG Laser. Laser ini biasanya dipergunakan untuk membuka atau memotong jaringan kapsul lensa mata sesudah operasi katarak yang kadangkala menjadi tebal sehingga mengganggu penglihatan penderita.
Dengan adanya laser ini maka penderita tidak perlu dioperasi ulang, karena sinar laser dapat menembus kornea tanpa melukainya dan merobek kapsul lensa yang menebal tersebut. Dapat juga dipakai untuk memotong jaringan fibrotik yang terdapat dalam vitreus (badan kaca) yang mana jaringan ini potensial untuk terjadinya ablasi retina yang menyebabkan kebutaan. Membuat lubang iris, memotong benang operasi, memotong jaringan-jaringan yang melekat dalam mata (sinekia) juga dapat dikerjakan dengan laser ini.
3.Fotoablasi
Yaitu mengikis jaringan dengan sinar laser. Merupakan teknologi yang terbaru di bidang laser untuk pengobatan mata, yaitu untuk mengurangi atau menghilangkan ukuran kacamata. Biasanya dipakai pada penderita miopia di mana penderita memerlukan bantuan kacamata minus untuk dapat melihat jauh dengan jelas. Pada kelainan ini, kornea mata "dikikis" dengan sinar yang dikenal dengan excimer laser. Tentu saja tidak semua penderita dapat ditolong dengan cara ini, karena ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain tidak ada infeksi di mata dan sekitarnya, umur lebih dari 20 tahun atau miopianya sudah stabil. Ukuran kacamata yang ideal untuk dikerjakan excimer laser adalah kurang dari minus 15 dioptri di mana pada keadaan ini penderita dapat dibuat menjadi tanpa kacamata atau ukuran kacamatanya adalah nol. Bila lebih dari itu masih mungkin dikerjakan mengurangi ukuran kacamata dengan excimer laser, akan tetapi diperlukan tindakan ini beberapa kali sampai ukuran kacamatanya menjadi kecil atau nol.
Masih banyak lagi kegunaan laser yang saat ini masih dapat perkembangan atau penelitian.

  1. Pengobatan sinar laser aman, namun tetap memiliki risiko yang besar juga. Oleh karena itu dianjurkan untuk paramedis yang menggunakan peralatan ini agar mempunyai tingkat keahlian yang tinggi.
  2. Pengobatan sinar laser misalnya lasik, tidak akan menimbulkan rasa sakit pada mata.
  3. operasi sinar laser seperti lasik secara keseluruhan memakan waktu kurang lebih 10 menit untuk operasi pada satu mata. Proses penyembuhan setelah tindakan lasik memerlukan waktu 1 – 2 hari.
  4. Biasanya timbul rasa tidak nyaman dan rasa silau. Rasa sakit di mata biasanya timbul pada waktu proses penyembuhan, infeksi dan komplikasi Komplikasi lasser sangat jarang terjadi. Kadang-kadang timbul penurunan penglihatan segera setelah dilakukan laser. Komplikasi lain adalah pendarahan dingin, Makula terkena laser, Glaukoma, Pembengkakan Makula, Penurunan penglihatan Perifer baca dan penurunan penglihatan malam.
  5. Laser mata dapat dilakukan satu kali pada kedua mata. Tetapi, sebaiknya salah satu mata yang dilaser terlebih dahulu. Setelah mata tersebut sembuh, barulah dilakukan tindakan laser pada mata yang lainnya. Hal ini kurang praktis dan sedikit lebih mahal, akan tetapi berguna untuk mewaspadai segala kemungkinan terburuk yang bisa terjadi setelah pengobatan sinar laser.
  6. Pengobatan dengan sinar laser tidak selalu memperbaiki penglihatan, tetapi mungkin dapat menghentikan proses kerusakan yang terjadi
  7. Sesudah dilaser, mata harus diistirahatkan untuk sementara waktu. Ada kegiatan – kegiatan tertentu yang harus dihindari seperti berenang, menyetir kendaraan, dan lain – lain.
Narasumber : dr. Christian D Bato

Health Education : Trauma Mata [mata]

TRAUMA MATA
Pembagian :
I Trauma tumpul :
            Konkusio = trauma tumpul pada mata yang masih reversibel, dapat sembuh sendiri, dan normal kembali
            Kontusio = trauma tumpul yang biasanya menyebabkan kelainan vaskular dan jaringan, robekan
II Luka akibat benda tajam :
A.    tanpa perforasi
B.     dengan perforasi : - tanpa benda asing intraokular
- dengan benda asing intraokular
III Luka bakar & etsing :
            Oleh karena : a. Sinar & tenaga listrik
                                   b. agens listrik, misalnya luka bakar
                                    c. agen kimia : etsing

Jenis-jenis Trauma Mata
            Trauma mata dibagi dalam 2 golongan besar :
  1. Trauma Mekanik :
    1. trauma tajam
    2. trauma tumpul
    3. trauma benda asing
    4. trauma ledakan
bukan hanya mekanik, akan tetapi bersamaan dengan trauma kimia, trauma termik, bisa dengan benda asing atau tanpa benda asing.
            Trauma Tumpul :
i.                    kontusio : kerusakan disebabkna oleh kontak langsung suatu benda dari luar terhadap bola mata menyebabkan robekan dari dinding bola mata.
ii.                  Konkusio : trauma tumpul bola mata secara tidak langsung, trauma terjadi pada jaringan sekitar boloa mata, kemudian getarannya sampai ke bola mata, atau akibat ledakan dari jauh yang dirambatkan oleh udara sampai ke bola mata.

Kontusio / konkusio dibagi :
1.      kerusakan molekular
menyebabkan kelainan fungsi akibat sel Þ terlihat secara PA
2.      reaksi vaskular
berupa vasokonstriksi disusul vasodilatasi kapiler oleh karena otot kapiler Þ permeabilitas kapiler meninggi Þ oedema / perdarahan.
3.      robekan jaringan
terlihat secara makroskopis.

  1. Trauma Non Mekanik :
    1. trauma kimia
    2. trauma termik
    3. trauma radiasi
    4. trauma elktrik ( listrik )
    5. trauma ultrasonik
    6. trauma tekanan :
barometrik
getaran

  1. trauma tajam :
kena pecahan kaca mobil, kacamata, botol, paku, besi
  1. trauma tumpul :
kena pukulan tangan, batu, gelas
  1. trauma benda asing :
tertembak peluru senapan angin
  1. trauma ledakan :
ledakan karbit, ledakan ban mobil yang pecah.
  1. trauma kimia :
air accu, asam cuka, cairan HCl, caustik soda
  1. trauma termik :
api, bensin, korek api, air panas
  1. trauma radiasi :
sinar las

Trauma Tumpul Dapat Menyebabkan :
  1. Perdarahan palpebra
= ecchymosis, black eye
Perdarahan hebat : palpebra bengkak, warna kebiru-biruan
            Perdarahan dapat menjalar ke bagian lain : di muka, atau menyeberang ke mata lain : hematoma kacamata = Brill hematoma. Perdarahan yang timbul 24 jam setelah trauma menuinjukkan adanya fraktura dari dasar tengkorak.
Terapi : - bila hanya perdarahan palpebra saja, kompres dingin, 24 juam kemudian disusul dengan kompres hangat untuk mempercepat penyerapan
              -  koagulansia           

  1. Emfisema palpebra
Teraba sebagai pembengkakan dengan krepitasi, sebab ada udara di dalam jaringan palpebra yang longgar. Menunjukkann adanya fraktura dinding orbita sehingga menimbulkan hubungan langsung antara orbita dengan ruang hidung atau sinus-sinus sekeliling orbita.
Terapi : berikan balutan yang kuat untuk mempercepat hilangnya udara dari palpebra, dan jangan bersin atau buang ingus oleh karena dapat memperhebat emfisemanya; disusul dengan pengobatan terhadap frakturnya.

  1. Laserasi palpebra
Terapi : laserasi dijahit

  1. Ptosis
Kausa : - parese atau paralisa dari M. Levator Palpebra Superior ( N. III )
-          pseudoptosis oleh karena oedema palpebra
            Bilamana ptosis setelah 6 bulan pengobatan dengan kortikosteroid dan neurotopik tidak ada perbaikan, dilakukan operasi.

  1. Hiperemia dan perdarahan sub konjungtiva
Hiperemia konjungtiva, disebut juga : ”konjungtivitis traumatika”              ( salah ). Dapat sembuh sendiri, terapi simtomatis dengan antibiotika untuk mencegah infeksi.
Perdarahan subkonjungtiva : diberi kompres dingin, pada hari I, dan pada hari berikutnya dengan kompres hangat untuk mempercepat penyerapannya, juga diberikan koagulansia.

  1. Oedema Kornea
Keluhan : visus menurun, rasa sakit, silau.
Dapat sembuh dengan spontan.
Terapi : - simptomatis
              - nyeri : analgetika
              - cegah infeksi sekunder : antibiotika lokal salep dan tetes mata
              - bilamana tidak ada komplikasi ulkus kornea, dapat diberikan kortikosterod tetes mata / salep mata untuk mempercepat hilangnya oedema kornea

  1. Perdarahan di dalam Bilik Mata Depan = Hifema
Perdarahan berasal dari : iris dan corpus siliaris.
Ditakutkan : perdarahan sekunder
                     Lebih hebat dari perdarahan primer
                     Biasanya terjadi pada hari ke-5
Penyulit/komplikasi : - uveitis
                                    - glaukoma sekunder
                                    - imbibisio kornea/hemosiderosis
                                                → corneal blood staining
Terapi : semua penderita harus dirawat , istirahat di tempat tidur, satu atau dua mata ditutup selama 5 hari. Diberi antibiotika lokal ataupun sistemik.
Hifema pada umumnya tak berbahaya dan cepat menghilang. Pada sebagian penderita terjadi : peningkatan TIO
                                             Corneal blood staining
Peningkatan TIO > 50mmHg ( 2hari ) akan merusak N.Opticus.
Prinsip penanganan :
-          mencegah perdarahan sekunder
-          mencegah glaukoma sekunder
            Pada hifema yang sangat besar/berat, penderita dirawat selama 4-5 hari. Pencegahan perdarahn sekunder dengan antifibrinoliotik sistemik : tranexamic acid 25mg/kg BB 3x sehari ( Transamin 3x250mg ).
Traumatic uveitis : topical steroid dan atropin
Penanganan glaukoma :
-          medical
-          surgical ( operasi )
  1. Medical treatment :
Timolol
      Carbonic anhydrase inhibitors
      Hyperosmotic agents
2.      surgical evacuation ( Parasintesa )
dengan atau tanpa trabekulektomi dilakukan : apabila TIO > 50mmHg ( 2 hari ) atau lebih dari 35 mmHg selama 7 hari.

  1. Midriasis pupil
Disebabkann iridoplegia akibat parese serabut saraf yang mengurus otot sfingter pupil. Iridoplegia dapat terjadi secara temporer selama 2-3 minggu dapat pula secara permanen.
Terapi : - istirahat di tempat tidur, memakai kacamata hitam
              - dilarang membaca
              - pilokarpin sebagai miotika

  1. Kelainan lensa
-          dislokasi lensa : sebagian ( subluksasi ), atau total ( luksasi )
-          katarak traumatika : timbul karena gangguan nutrisi
               trauma tajam atau tumpul
               radiasi
               bahan kimia

  1. Glaukoma sekunder
segera setelah trauma sampai beberapa harai timbul hipotoni, yang kemudian disusul dengan hipertoni, yang mungkin disebabkan :
    1. mekanisme pengaturan cairan terganggu
    2. ada subluksasi atau luksasi lensa
    3. ada hifema
Terapi : 1. diamox
              2. gliserin 50%
              3. kalau perlu manitol atau ureum infus
Kalau TIO tidak turun dapat dilakukan iridenkleisis, kalau 5-9 hari hifema tidak hilang dapat dilakukan parasintesa      

  1. Perdarahan badan kaca
darah berasal dari : badan siliar, koroid, retina
Pengobatan :   - koagulansia : oral & parenetral
                        - istirahat ditempat tidur
            Koagulansia = Adona Ac 17
                                    Anaroxyl
                                    Decinon
            Vitamin C dosis tinggi = B com C
                                                     Becefort
                                                     Surbex T
Vitrektomi : dilakukan 6 bulan setelah pengobatan Þ bila masih ada kekeruhan
Lain-lain :  * penyuntikan garam hipertonis ( NaCl 2%) 0,5cc 2x    seminggu subkonjungtiva Þ darah, diserap ke pembuluh darah
                     *kortison subkonjungtiva, kortison mencegah timbulnya jaringan fibrotik Þ mencegah retinitis proliferans Þ mencegah ablasio retina.

  1. Kelainan retina
-          Oedema retina
* ”comotio nretina ”  = Berlinsche Trubung
* Terjadinya di daerah polus posterior, dekat bmakula, perifer
* Retina : akan tampak seperti susu
* Bila mana terjadi di makula : visus sentral sangat tergangggu
                                                   Skotoma sentral
* Terapi : i. istirahat : oedema dapat diserap → refleks fovea tampak   kembali.
                  ii.Untuk mempercepat penyerapan memakai kortison subkonjungtiva selama 2 minggu

-          Ruptur retina
Dapat menyebabkna ablasi retina = Retinal Detachment.
Umumnya robekan berupa huruf V di daerah temporal atas, melalui robekan cairan badan kaca masuk ke celah potensial, diantara sel epitel pigmen dan nlapisan batang dan kerucut → ablasio retina → kebutaan.
Terapi : dengan pengeluaran cairan subedema
               Koagulasi ruptur dengan diatermi

-          Perdarahan retina
Dapat disebabkan oleh trauma tumpul → pecahnya pembuluh darah.
Bentuk perdarahan tergantung lokasi.
            ~ bila terletak pada lapisan serabut saraf akan tampak sebagai bulu ayam
            ~ bila lebih keluar tampak sebagai bercak yang berbatas tegas
            ~ perdarahan di depan retina (preretina) : mempunyai permukaan datar di bagian atas, dan cembung di bagian bawah
      Darahnya dapat masuk ke badan kaca, yang akan menimbulkan keluhan berupa bayangan hitam dilapangan penglihatan, bila banyak dan masuk ke dalam badan kaca dapat menutup jalan cahaya sehingga visus sangat terganggu.

  1. Kelainan-kelainan gerakan bola mata    
-          Lagoftalmos : lumpuhnya N. VII
-          Ptosis (blefaoptosis) : lumpuhnya M.Levator palpebra
-          Gamgguan gerakan kardinal bola mata : gamgguan otot mata luar

Luka Akibat Benda Tajam         
  1. Luka pada palpebra
Kalau pinggiran palpebra luka dan tidak diperbaiki dapat menimbulkan koloboma palpebra akwisita. Bila luka besar dapat mengakibatkan kerusakan kornea oleh karena mata tidak dapat menutup dengan sempurna. Oleh karenanya tindakan harus cepat.
Terapi dengan memperbaiki kontinuitas margo palpebra dan kedudukan bulu mata, jangan sampai menimbulkan trikhiasis. Bila mana mengenai palpebra inferior bagian nasal dapat memotong kanalikuli lakrimal inferior sehingga air mata tidak dapat melalui jalan yang seharusnya, dan mengakibatkan epifora. Rekanalisasi harus dikerjakan secepatnya, bila ditunggu 1-2 hari sukar untuk mencari ujung-ujung kanalikuli tersebut.

  1. Luka pada orbita
Luka tajam yang mengenai orbita dapat merusak bola mata, merusak saraf optik, menyebabkan kebutaan, atau merobek otot luar mata sehingga timbul paralise otot dan diplopia.
Luka mudah terkena infeksi → selulitis orbita (orbital phlegmon) oleh karena adanya benda asing, adanya hubungan terbuka dengan rongga-rongga disekitar orbita. Tindakan secepat mungkin, untuk menghindari infeksi, dengan pemberian antibiotika atau kemoterapeutika, lokal atau sistemik, serta dibuat foto untuk diagnosa.

  1. Luka mengenai bola mata
Tentukan : - luka dengan atau tanpa perforasi
                   - luka dengan atau tanpa benda asing
Kalau ada perforasi di bagian depan ( kornea ) :
           * COA dangkal
           * kadang-kadang iris melekat atau menonjol pada luka perforasi di kornea
           * TIO menurun
           * Tes Fistel +
Kalau perforasi di bagian posterior (sklera) :
           * COA dalam
           * perdarahan di badan kaca, koroid, retina
           * mungkin ada ablasi retina
           * TIO menurun

a. luka mengenai konjungtiva
    bila kecil dapat sembuh spontan, bila besar perlu dijahit, disamping pemberian antibiotika lokal dan sistemiok untuk mencegah infeksi sekunder         

b. luka di kornea
          bila tanpa perforasi : erosi kornea, benda asing kornea
          jaga juangan sampai kena infeksi → ulkus serpen akut, dengan pemberian antibiotika, kemoterapeutika baik lokal maupuin sistemik yang berspektrum luas.
          ~ Benda asing di kornea :
              Dikeluarkan dengan : pahat benda asing maupun jarum hypodermik yang steril, setelah sebelumnya diberi anestesi lokal : tetracaine 0,5-1%. Berikan kortison lokal maupun subkonjungtiva → bila ada neovaskularisasi dari arah limbus. Kortison tidak diberikan bila ada luka baru atau ulkus serpens akut.
          ~ Bila ada perforasi
             Harus bertindak secepat mungkin
             Bila ada luka kecil konjungtiva di limbus yang berdekatan dilepaskan kemudian ditarik supaya menutup kornea tersebut → flap konjungtiva.
          ~ Bila ada luka kornea luas : luka harus dijahit,kemudian ditutup dengan flap konjungtiva.
          ~ Bila luka di kornea disertai prolaps iris, iris yang keluar harus dipotong dan sisanya direposisi, robekan kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva. Kalau luka telah berlangsung beberapa jam sebaiknya COA dibilas dulu dengan larutan Penisillin 10.000 U/cc sebelum kornea dijahit. Sesudah selesai seluruhnya berikan antibiotoka dengan spektrum luas : lokal, sistemik, subkonjungtiva.
             Penderita sebaiknya dirawat di rumah sakit. Tindakan-tindakan tersebut harus dilakukan seapsepsis mungkin untuk mencegah infeksi sekunder dan oftalmia simpatika.
             Selama perawatan harus diperhatikan mata yang lain [mata yang sehat], terutama bila :
a.       pada mata yang sakit terus-menerus merah, karena injeksi siliar, lakrimasi, terdapat eksudat di COA yang berlangsung lebih dari 3 minggu.
b.      Mata yang sakit menunjukkan tanda-tanda radang yang hilang timbul
c.       Pada mata yang sehat menunjukkan tanda iritasio simpatika, yaitu : visus meurun, lakrimasi, injeksi siliar, dijumpai Tyndal + dan flare + pada COA.
      Inilah saatnya mengobati mata seperti ini dengan pengobatan ytang sama dengan iridosiklitis, dengan terapi :
      - sikloplegia
                        - kortikosteroid lokal maupun sistemik
      - antibiotika berspektrum luas
Bila terdapat katarak traumatika harus diawasi sampai seluruh masa lensa diserap, sebab masa lensa yangv tersisa dapat menyebabkan uveitis dan glaukoma sekunder.
Bila terjadi glaukoma sekunder dapat diberikan obat anti glaukoma       ( diamox, pilocarpine, timolol maleat ). Bila perlu lakukan operasi glaukoma.
           
            c. Luka di sklera
               Luka kecil : luka dibersihkan, tutup dengan konjungtiva, beri antibiotika baik lokal maupun sistemik, mata ditutup.
               Luka yang besar : perdarahan badan kaca
                                             Prolaps badan kaca
                                             Koroid mungkin terdapat dalam luka
               Bila mata masih ada kemungkinan melihat :
                                             ~ luka dibersihkan
                                             ~ jaringan yang keluar dipotong
                                             ~ luka sklera dijahit
                                             ~ konjungtiva dijahit
                                             ~ berikan atropin tetes mata
                                             ~ kedua mata ditutup
               Bila mata tidak dapat melihat lagi : enukleasi untuk mencegah oftalmia simpatika mata yang sehat.

            d. Luka pada korpus siliaris
               Prognosis buruk pada mata yang kena trauma : endoftalmitis
                                                                                          Panoftalmitis
                                                                                          Ptisis bulbi
               Pada mata yang sehat dapat timbul oftalmia simpatika, sebaiknya dilakukan enukleasi pada mata yang kena trauma.


Luka Dengan Benda Asing Di Dalam Bola Mata :
Pemeriksaan teliti & sistematis untuk  menetukan adanya, macamnya, lokalisasi benda asing.
Harus dilakukan : 1. anamnesa yang baik
                              2. pemeriksaan klinis
                              3. funduskopi
                              4. foto rontgen
                              5. pemeriksaan dengan magnet
                              6. ultrasonografi
Benda asing intraokular :
Ada dua macam benda asing : a. inert : emas, gelas, porselin
                                                  b. iritatif : timah, nikel, aluminium, tembaga, besi
Jalan masuknya korpus alienum intraokular :
            * robekan pada kornea atau sklera
            * korpus alienum dapat terletak pada : sklera, menancap di lensa, vitreous, koroid, retina, atau menembus sklera lagi → disebut perforasi ganda.
Semua korpus alienum jenis iritatif dapat menyebabkan uveitis yang berat dengan akumulasi pus yang berakhir dengan ptisis bulbi.
Besi : membuat reaksi khas = siderosis, yang menyebabkan degenerasi pada jaringan yang kena.
Tembaga (Cu) : membuat reaksi khas = chalcosis, deposit tembaga pada seluruh jaringan mata memberikan gambaran yangb khas.
Pengobatan :
Prinsip :  setiap benda asing intraokular harus dikeluarkan.
Kalau benda asing dapat diambil → ekstraksi secepatnya, kalau tidak dapat diambil lakukan enukleasi bulbi untuk mencegah oftalmia simpatika pada mata yang lainnya.


Luka Oleh Agen Kimia (Etsing)
         = cedera kimia
a. Cedera Alkali
     terjadi reaksi penyabunan, karena itu proses berjalan terus, dengan akibat nekrosis sel dan jaringan. Derajat kerusakan ditentukan oleh : derajat alkali dan lamanya kontak . Amonium hidroksida larut dalam lemak karena itu penetrasi amonium hidroksida tercepat diantara alkali lainnya. Calsium hidroksida yang paling lama, Kalium hidroksida cepat, natrium hidroksida lebih cepat.

b. Cedera Asam
     terjadi koagulasi protein, karena itu proses biasanya terbatas dan tidak progresif. Berat kerusakan tergantung jenis dan derajat keasaman, serta afinitas terhadap protein. Asam sulfat melakukan penetrasi lebih cepat daripada asam klorida ataupun asam fosforik.
Ada 3 stadium :
     1. stadium I (ringan)
          Erosi epitel kornea, kekeruhan rinagn pada kornea, tidak ada nekrosis konjungtiva/sklera.
     2. stadium II (sedang)
         Kekeruhan kornea, nekrosis ringan pada konjungtiva dan sklera
     3. stadium III (berat)
      Kekeruhan kornea, pupil tidak dapat dinilai, nekrosisi yang berat dari konjungtiva dan sklera Þ warna pucat
Pengobatan :
Tindakan segera, membersihkan zat yang menyebabkan etsing, bila berupa tepung dikeluarkan dengan pinset, dibersihkan/dibilas dengan air apa saja : air sumur, air dari mata air, air amsak yang didinginkan, boorwater selama 15-30 menit, terutama bila penyebab alkali. Kemudaian diberi antibiotika salep mata, ditutup, dikirim ke rumah sakit. Di rumah sakit dibilas dengan garam fisiologis yang steril selama 15-30 menit, kemudian netralisasi.
Untuk :
-          zat asam dengan bikarbonat natrikus 1% steril
-          zat alkali dengan asam cuka steril 1% atau asam tanin 1-5% ( terutama kalau penyebabnya analin)
netralisasi dilakukan selama satu hari, mula-mula tiap 1 menit, kemudian 3 menit, 5 menit, 10 menit, 15 menit, 30 menit, sampai tiap jam. Kemudian diberikan pantokain, sulfas atropin. Bila penyebabnya KOH diberi EDTA yang akan bereaksi dengan KOH yang melekat pada jaringan, kemudian diberi sulfas atropin, antibiotika (lokal, sistemik). mAta dibebat dan penderita dirawat di rumah sakit. Berikan juga air mata buatan (Cendo Lyteers ED)→Potasssium Chloride.

Cedera Radiasi
Ada 3 tipe lesi radiasi :
1.      lesi termis
2.      lesi abiotik
3.      lesi ionisasi
Lesi termis ditimbulkan oleh sinar ‘infra red’ (invisible rays) berupa : blefaritis kronik, kekeruhan kornea, atrofi iris, katarak, kerusakan makula  karena terfokusnya sinar pada makula. Jaringan yang berpigmen yang memiliki daya absorpsi tinggi seperti : uvea dan retina lebih mengalami kerusakan. Kerusakan terutama pada waktu terjadi gerhana matahari, melihat denagn mata telanjang, menimbulkan kerusakan irreversible pada makula lutea. Untuk mencegah jangan melihat gerhana matahari dengan mata telanjang, diperlukan filter tertentu.
Lesi abiotik ditimbulkan oleh sinar ”ultraviolet”, lesi berupa : eritema yang berbatas jelas, hanya pada daerah yang teradiasi, lensa : katarak.
Lesi ionisasi yang ditimbulkan oleh sinar X/radium : katarak.

Luka bakar ada 3 stadium :
I.                   hiperemia konjungtiva, kekeruhan ringan pada epitel kornea
II.                khemosis konjungtiva, nekrosis epitel /lapisan luar kornea
III.             nekrosis konjungtiva dan nekrosis yang dalam epitel kornea
Akibat dari stadium II dan III dapat timbul : pseudopterigium, simblefaron, ankiloblefaron, lekoma kornea, leukoma adherens, stafiloma kornea dengan neovaskularisasi.
Pengobatan :
Stadium I  : Antibiotika atau kemoterapeutika

Stadium II : sebaiknya dikirim kepada seorang dokter ahli mata, dimana mungkin harus dilakukan transplantasi selaput lendir bibir ke bagian konjungtiva yang nekrosis. Kalau kornea sangat keruh mungkin dilakukan transplantasi kornea. Lokal : antibiotika, kemoterapeutika. Kortison diberikan bila luka sudah sembuh. 

Narasumber : dr. Christian D Bato

Health Education : Laporan Hasil Wawancara [psikiatri (kejiwaan)]

STATUS UJIAN PSIKIATRI
I.                   IDENTITAS PASIEN
Nama                           :           Ny. Sofia Panaha
Umur                           :           77 tahun
Jenis Kelamin              :           Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir :           Bambuh 7 Juni 1934
Status Perkawinan      :           Menikah
Suami                          :           1 orang (†)
Anak                           :           7 orang
Pendidikan Terkahir    :           Tidak tamat SD
Pekerjaan                     :           Petani  
Suku/Bangsa               :           Talaud/Indonesia
Agama                         :           Kristen Protestan
Alamat Sekarang         :           Desa Bambuh, Kec. Gembe Kab. Talaud
Tanggal Pemeriksaan  :           14 November 2011
Tempat Pemeriksaan   :           RS Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang
Cara masuk RS           :           Diantar oleh anak dan cucu

II.                STATUS INTERNA
A.    Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum    : Cukup
Kesadaran             : Compos Mentis
Tanda Vital           : T : 110/70; N : 80x/m; R : 20x/m; SB : 36,3 0C
Kepala                   : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterus -/-
Toraks                    : Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen              : Datar, lemas, bising usus Å normal
                                Hepar/Lien : tidak teraba
Ekstremitas            : Edema y, turgor kembali cepat, akral hangat
B.     Pemeriksan Neurologis
GCS          : E4M6V5
TRM          : Tidak ada
Mata          : Gerakan normal searah, pupil bulat isokor, refleks cahaya Å/Å
C.     Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorim masih direncanakan

III.             RIWAYAT PSIKIATRI
Diperoleh dari
1.      Autoanamnesis tidak dapat dilakukan karena penderita tidak bisa berbahasa Indonesia, hanya bisa berbahasa daerah Talaud.
2.      Alloanamnesis dengan cucu penderita pada tanggal 14 November 2011
A.    Keluhan Utama:
            Sering berbicara sendiri, berteriak – teriak tanpa alasan yang jelas, dan suka memberontak bila ada yang mendekati.
B. Riwayat gangguan sekarang :
-          Autoanamnesis :
            Penderita tidak bisa berbahasa Indonesia, hanya bisa berbahasa daerah Talaud, oleh karena itu setiap perkataan yang diucapkan oleh penderita diterjemahkan oleh cucu penderita ke dalam bahasa Indonesia. Dari pengamatan, pada saat ditanyakan suatu pertanyaan pada penderita, penderita seperti tidak menghiraukan pertanyaan tersebut dan terus berbicara sendiri dengan nada-nada tinggi. Namun ketika ditanyakan lebih lanjut tentang hal-hal yang terus dikatakannya tersebut, penderita hanya marah, diam dan menutup wajahnya dengan handuk yang dipegangnya serta ingin keluar dari ruangan.
-          Alloanamnesis :
Sering berbicara sendiri, berteriak – teriak, serta memberontak bila didekati dialami penderita sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu. Awalnya penderita mulai menyendiri dan berbicara sendiri sejak pulang dari kebun kelapa kurang lebih 2 minggu yang lalu, lama-kelamaan sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu penderita mulai berteriak-teriak dan memberontak bila didekati.
Berdasarkan wawancara dengan cucu penderita, penderita adalah seorang pekerja keras. Setiap hari penderita pergi ke kebun untuk mengerjakan kebun kelapanya dan sering membuat kopra. Penderita dahulu memiliki beberapa kebun kelapa namun sekarang sudah diwariskan kepada anak – anaknya. Jadi penderita mengerjakan salah satu kebun milik anaknya. Suami penderita telah meninggal sejak ± 2 tahun yang lalu, dan hubungan penderita dengan suaminya ketika masih hidup baik-baik saja. Hubungan penderita dengan anak – anaknya dan keluarga besar cukup baik. Namun sejak pulang dari kebun kelapa kurang lebih 2 minggu yang lalu, penderita mulai menyendiri dan berbicara sendiri. Menurut cucu penderita saat penderita pergi ke kebun pada pagi hari, sikap penderita masih biasa – biasa saja, kemudian saat tiba di kebun penderita mendapati kebun kelapa yang biasa dikerjakannya sudah dikerjakan oleh anaknya. Sejak saat itu, penderita mulai menyendiri dan berbicara sendiri.
Isi pembicaraan dan teriakan-teriakan yang dikatakan penderita dalam bahasa daerah Talaud yang kemudian diterjemahkan oleh cucu penderita, mengatakan bahwa dirinyalah yang menciptakan terang, bumi dan isinya. Penderita berulang – ulang kali mengatakan hal tersebut dan terus menekankan hal tersebut. Penderita juga berbicara tentang salib yang telah turun ke dalam liang kubur. Selain itu penderita sering mendengar bisikan – bisikan namun penderita tidak pernah mengatakan isi bisikan tersebut. Penderita juga sering melihat binatang besar di depannya dan melihat burung besar seperti malaikat.
Keluarga pasien juga mengeluhkan bahwa pasien kesulitan untuk tidur pada malam hari karena terus berbicara sendiri. Penderita kemudian dibawa berobat oleh keluarga penderita karena sikap penderita yang semakin suka menyendiri, berbicara terus dan suka memberontak bila didekati.
      C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1)      Riwayat gangguan psikiatri sebelumnya
Pasien tidak pernah mengalami gangguan psikiatri.
2)      Riwayat gangguan medis
Tidak ada riwayat trauma capitis, malaria, ataupun kejang pada pasien.
3)      Riwayat penggunaan zat psikoaktif
Pasien tidak pernah menggunakan zat – zat psikoaktif.

IV.             RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI
1.      Riwayat prenatal dan perinatal
Tidak diketahui
2.      Riwayat masa kanak awal (usia 1-3 tahun)
Tidak diketahui
3.      Riwayat masa kanak pertengahan (usia 4-11 tahun)
Tidak diketahui
4.      Riwayat masa kanak akhir dan remaja
Tidak diketahui
5.      Riwayat masa dewasa
a)      Riwayat pendidikan
Tidak tamat SD
b)      Riwayat pekerjaan
Pasien bekerja sebagai petani
c)      Riwayat psikoseksual
Tidak bisa dievaluasi
d)     Riwayat pernikahan
Pasien sudah menikah, namun sudah menjanda sejak 2 tahun yang lalu
e)      Kehidupan beragama
Pasien beragama Kristen Protestan dan cukup rajin beribadah.
f)       Aktivitas sosial
Pasien dikenal sebagai pribadi yang aktif dan mudah bergaul
g)      Riwayat pelanggaran hukum
Tidak ada
h)      Situasi kehidupan sekarang
Pasien tinggal dengan salah satu anaknya, namun kehidupan sehari – hari terutama untuk makan dan minumnya disediakan oleh cucunya yang tidak tinggal serumah dengan dirinya.
i)        Riwayat keluarga
Pasien adalah anak ke tiga dari tiga bersaudara. Memiliki 7 orang anak. Hubungan pasien dengan keluarga harmonis dan tidak ada masalah.

                                                                             
V.                STATUS MENTAL
1.      Deskripsi Umum
-          Penampilan
Pasien adalah seorang perempuan, berusia sekitar 70an, bentuk badan kurus, berkulit sawo matang. Rambut ikal, pendek dan tidak rapi. Ekspresi wajah terlihat tegang. Mengenakan piama berwarna biru dan membawa handuk berwarna oranye. Tangan pasien berkuku pendek. Pasien menggunakan sandal berwarna putih
-          Perilaku dan psikomotor
Selama wawancara pasien tidak menjawab pertanyaan yang ditanya oleh pemeriksa yang diterjemahkan dalam bahasa daerah Talaud. Dan apabila pertanyaan diberikan kepada penderita, penderita memberontak dan ingin keluar dari ruang pemeriksa.
-          Sikap terhadap pemeriksa
Pasien tidak kooperatif dalam menjawab pertanyaan.
2.      Karakteristik bicara
Selama wawancara, penderita berbicara sendiri dalam bahasa daerah Talaud dengan nada yang tinggi dan seperti marah – marah.
3.      Alam perasaan (mood) dan ekspresi (afek)
-          Mood : irritable
-          Afek   : appropriate affect
4.      Gangguan persepsi
Penderita mengalami halusinasi visual seperti melihat binatang besar dan burung besar seperti malaikat. Penderita juga mengalami halusinasi auditorik, dimana penderita mendengar ada yang bersuara kepadanya, tetapi penderita tidak mengatakan isi bisikan tersebut.
5.      Proses Pikir
Bentuk pikiran : Tidak dapat dievaluasi
Isi pikiran         : Waham (belum bisa dievaluasi), Perseferasi
6.      Kesadaran dan fungsi kognitif
-          Tingkat kesadaran                        : kompos mentis
-          Orientasi                                       : tidak dapat dievaluasi
-          Daya ingat                                    : tidak dapat dievaluasi
-          Kemampuan baca dan menulis     : tidak dapat dievaluasi
-          Kemampuan visuospasial             : tidak dapat dievaluasi
-          Kemampuan menolong diri sendiri
Pasien dapat mandi sendiri serta dapat makan dan minum sendiri.
-          Pengendalian impuls
Pasien sering berbicara sendiri
-          Pertimbangan dan tilikan
Daya nilai sosial  : Terganggu
Penilaian realitas : Terganggu
Tilikan                 : Derajat 1
VI.             IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
            Telah diperiksa seorang pasien, Sofia Panah, jenis kelamin perempuan, umur 77 tahun, suku Talaud, agama Kr. Protestan, pendidikan tidak tamat SD, tinggal di desa Bambu Kecamatan Gemeh Kabupaten Talaud. Pasien diperiksa  di Poli Jiwa RS Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado pada tanggal 14 November 2011 dengan keluhan utama sering berbicara sendiri, suka menyendiri dan berteriak-teriak. Pada pasien terdapat halusinasi audiotorik, dimana pasien sering mendengar bisikan-bisikan, juga halusinasi visual dimana penderita sering melihat binatang besar dan burung besar seperti malaikat. Terdapat waham pada pasien dimana pasien meyakini bahwa pasien yang menciptakan terang, langit dan isinya. Tidak ditemukan adanya kelainan pada pemeriksaan neurologis dan fisik umum.

VII.          DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I             : Gangguan Psikotik Akut (F23.0)
Aksis II           : Tidak ditemukan ciri-ciri kepribadian tertentu
Aksis III          : Tidak ada diagnosis
Aksis IV          : Masalah Keluarga
Aksis V           : GAF 60 - 51 (Gejala sedang, disabilitas sedang)

VIII.       DIAGNOSIS BANDING
1. Gangguan psikotik akibat suatu kondisi medik umum
2. Pre-demensia dengan gejala psikotik
3. Gangguan waham
IX.             PROBLEM
A.    Organobiologi       :
Faktor genetik gangguan jiwa tidak ada
B.     Psikologi                :
Saat datang, pasien terlihat ingin menolak dan hendak meninggalkan ruangan periksa.
C.     Lingkungan & Sosial Ekonomi :
Pasien tidak memiliki masalah psikososial.

X.                PERENCANAAN TERAPI
A.    Psikofarmakologi
Risperidon 2 mg  2 x ½ tab
Trihexylphenidil 2 mg 2x1 tab (k/p)
Diazepam 5 mg 0 – 0 – 1 (k/p)
B.     Psikoterapi dan intervensi psikososial
Psikoterapi individual (suportif)
C.     Konseling Keluarga
Memberi pengertian kepada keluarga pasien tentang kondisi pasien dan menyarankan untuk senantiasa memberi dukungan selama masa pengobatan, sering berkomunikasi dengan pasien, serta memberi dukungan kepada pasien untuk beraktivitas di luar rumah dan berinteraksi dengan orang lain melalui pekerjaan maupun aktivitas sosial lainnya.


XI.             PROGNOSIS
Dubia ad bonam

XII.          ANJURAN
   Dianjurkan kepada keluarga pasien untuk mengawasi dan membantu pasien dalam melakukan pengobatan secara teratur dan berkelanjutan sesuai anjuran dokter ahli kesehatan jiwa.

XII. DISKUSI
            Berdasarkan anamnesis, wawancara psikiatri, pemeriksaan fisik dan status mental dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien ini Ganguan Psikotik Akut dengan Predominan Waham.
            Pasien sering beranggapan bahwa pasien adalah pencipta terang, bumi dan segala isinya. Pasien memiliki gejala halusinasi auditorik dimana pasien sering mendengar bisikan-bisikan dan juga gejala halusinasi visual dimana pasien sering melihat binatang besar dan burung besar seperti malaikat yang sudah berlangsung selama 2 minggu. Pasien juga sering berbicara sendiri sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu.
            Pada pasien ini, terapinya diberikan Risperidon 2x1mg/hr. Risperidon merupakan golongan obat anti psikosis atipikal. Trihexylphenidil 2x2mg juga diberikan untuk diminum apabila diperlukan, untuk mencegah extra-pyramidal syndrome yang dapat timbul akibat pemakaian antipsikosis. Diazepam 5 mg diminum pada malam hari dikarenakan keluarga pasien mengeluh pasien sukar beristirahat pada malam hari.

            Psikoterapi sulit dilakukan pada pasien ini, dikarekan kesulitan berkomunikasi. Pasien tidak bisa berbahasa Indonesia, dan hanya bisa berbahasa daerah Talaud. Keluarga pasien juga diberikan terapi keluarga dalam bentuk psikoedukasi berupa penyampaian informasi kepada keluarga mengenai penyebab penyakit yang dialami  pasien serta pengobatannya, sehingga keluarga dapat memahami dan menerima  kondisi pasien untuk minum obat dan kontrol secara teratur serta mengenali gejala-gejala kekambuhan secara dini. Pengertian kepada keluarga akan pentingnya peran keluarga pada perjalanan penyakit juga penting untuk disampaikan.

Narasumber : dr. Christian D Bato